Tulisan ini sedikit banyak akan menjelaskan salah satu profesi mulia di muka bumi. Bagi saya, semua profesi mulia. Bukan hanya profesi dokter saja. Saya tidak ingin, di benak teman-teman yang membaca tulisan saya, terbesit pikiran bahwa saya mengagung-agungkan profesi dokter ini. Tidak, sekali lagi, bukan begitu.
Seorang dokter gigi lahir setelah mengikuti pendidikan jenjang S-1 dan jenjang Profesi. Kami sering menyebut jenjang S-1 tersebut sebagai masa preklinik, yang akan ditempuh selama 3,5 tahun (rata-rata). Dan jenjang profesi biasa pula disebut sebagai masa klinik atau koas, yang akan ditempuh selama 1,5-2 tahun (rata-rata). Jadi, sekiranya butuh 5 sampai 6 tahun untuk mencetak seorang dokter gigi. Sekali lagi, rata-rata, berarti bisa lebih daripada itu.
Dimulai dari mengikuti proses seleksi masuk perguruan tinggi, entah lewat jalur yang mana, setelah lulus teman-teman nantinya akan menjadi mahasiswa baru. Seperti ribuan orang lain di jurusan manapun, kita semua mengikuti masa orientasi kampus, sebut saja ospek. Setelah diperkenalkan dengan miniatur kehidupan kampus, barulah kita dilepas, menjadi seorang Mahasiswa, yang sadar atas ke-Maha-annya.
Di Universitas tempat saya sedang menjalani pendidikan dokter gigi ini, pembentukan karakter atau mental, adalah hal pertama yang saya rasakan ketika pertamakali menjadi mahasiswa disini. Di masa ospek kami sudah dilatih disiplin, tegas dan tidak takut. Kami digembleng sedemikian rupa lewat serangkain proses pembinaan mahasiswa baru. Dan Alhamdulillah, membantu banyak dalam menghadapi keseharian dikampus. Bekerja dibawah tekanan, dapat berkomunikasi dengan baik walau tertekan, adalah beberapa hal yang sangat dibutuhkan ketika menghadapi dokter pembimbing skills lab ataupun fasilitator diskusi kasus. Dalam jangka panjang, keterampilan itu dibutuhkan dalam menghadapi pasien dan rekan sejawat, karena profesi seperti ini adalah profesi yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
Tidak hanya itu. Masih dalam masa bimbingan sebagai mahasiswa baru, dikampus saya, kami sudah dididik untuk tidak money oriented. Bahkan disaat kami belum bisa menghasilkan rupiah dari ketrampilan atau keahlian kedokteran gigi yang kami punya. Kami sudah digembleng untuk mengadakan sebuah social project, yaitu bakti sosial kecil-kecilan disekitar kampus. Disaat baru mengenal satu-sama-lain tidak cukup 2 bulan, kami sudah diajarkan untuk bahu membahu membantu sesama. Setelah itu, ditahun kedua, ketika kami belum cukup 2 tahun saling mengenal satu sama lain, kami sudah dituntut lagi untuk mempertanggungjawabkan kata Maha yang kami banggakan itu (Maha-siswa). Mengadakan bakti sosial dipulau jawa. Dan satu atau dua tahun kemudian, kami juga harus menebar kebermanfaatan itu diluar pulau jawa. Biar mereka yang terpencil disana tau, ada manusia yang disebut dokter gigi, yang bisa mengobati giginya yang sakit (yang selama ini hanya mengunyah daun-daunan saja jika sakit).
3,5 tahun selama masa preklinik kita akan mempelajari berbagai macam ilmu, dimulai dengan ilmu kedokteran dasar. Jangan salah. Dokter gigi juga belajar mengenai kedokteran umum. Ini menunjukkan kesehatan gigi dan rongga mulut memiliki implikasi terhadap kesehatan umum. Di universitas saya, ilmu kedokteran dasar pertama yang saya dapatkan adalah Ilmu Biomedik Dasar. Mengulang lagi tentang sel, bio molekul, anatomi manusia, dll. Bahkan sejak tahun saya (2012), modul ini diajarkan bersama-sama dengan fakultas kesehatan lain, yaitu gabungan dari fakultas kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan kasyarakat, keperawatan dan farmasi, yang disebut sebagai rumpun ilmu kesehatan. Tujuan diberikannya kuliah ini secara bersama adalah untuk mencetak tenaga medis yang dapat berkolaborasi dengan baik dan tidak lagi ego-sentris (merasa lebih penting dari profesi lain). Kemudian dilanjutkan dengan Ilmu Kedokteran Klinik (IKK) yang akan diberikan sampai semester 6. Mata kuliah tersebut antara lain adalah Farmasi, Neurologi (Saraf), THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokkan), Psikiatri, Ilmu penyakit dalam, kulit dan kelamin, dll. Kami diwajibkan menguasai ilmu-ilmu tersebut agar tetap sadar bahwa pasien kami adalah manusia secara utuh, bukan giginya saja….hehehe
Di samping mempelajari ilmu kedokteran umum, kami mempelajari seluruh cabang dari ilmu kedokteran gigi. Mungkin yang terbayang dibenak teman-teman adalah, mengapa harus ada khusus dokter gigi? Padahal “cuma” gigi? Apalah yang ada pada sebuah gigi?
Allah dengan sangat sempurna menciptakan tubuh kita dengan lengkap dan dengan sistem yang hebat lagi canggih. Pernahkah terbayang olehmu bagaimana oksigen bisa bertukar dengan karbondioksida? Bagaimana darahmu bisa dipompa keseluruh tubuh? Bagaimana tubuhmu bisa merasakan sakit? Bagaimana Ia melindungi organ-organ tertentu dengan sangat sempurna?
Begitu juga dengan menciptakan Gigi. Allah menciptakan benda kecil bernama Gigi ini dengan sempurna pula. Gigi yang kecil, tapi fungsi dan makna nya begitu besar bagi kelangsungan hidup kita, bahkan setelah matipun juga. Gigi adalah satu-satunya organ kita yang tidak mudah dibakar api. tahan sampai suhu ratusan derjat celcius, oleh karena itu gigi bisa dijadikan alat untuk identifikasi mayat. Bahkan gigi saja, juga banyak jenisnya, yang memiliki fungsi masing-masing. Ada gigi taring yang berfungsi untuk mencabik, ada gigi geraham yang berguna untuk mengunyah atau menggiling makanan, atau gigi depan yang digunakan untuk menggigit. Bukan itu saja, Ia menciptakan jaringan penyangga gigi yang juga luar biasa sempurna. Dengan sistem saraf dan pembuluh darah yang legkap. Bahkan, gigi itu hidup teman-teman. Gigi juga punya jantung dalam tubuhnya, yang disebut dengan Pulpa. Jika pelindung jantung ini rusak (gigi itu sendiri), itulah yang menyebabkan gigi kita sakit. Dan itulah yang dipelajari di kedokteran gigi. Mulai dari proses pembentukan gigi sewaktu masih dalam tahap embrio, sampai gigi itu tumbuh di rongga mulut kita, bertukar saat kita kanak-kanak, lalu lengkap seperti yang ada didalam rongga mulut kita sekarang. Di kedokteran gigi, semuanya dipelajari. Mekanisme sakitnya (patologi) nya juga dipelajar, apalagi pemulihannya.
Diperlukan waktu yang lama dan ke-fokus-an dalam mempelajari ilmu ini. Sebab, gigi ini vital sekali. Pertama, gigi adalah alat untuk mengunyah makanan. Oh, hei, bahkan sejak duduk dibangku SD pun kita sudah tahu fungsinya demikian bukan? Ya, tapi mungkin kita baru menyadari sekarang, apa yang terjadi jika fungsinya hilang. Bayangkan jika semua gigimu rusak. Dapatkah kita makan? Kalau kita tidak segera menggantinya, maka siap-siap saja untuk makan bubur seumur hidup. Dan, oh, wahai, bisakah teman-teman bayangkan seperti apa bentuk wajah kita jika tidak memiliki gigi? Sehingga, selain fungsi mastikasi (pengunyahan) gigi juga berfungsi sebagai Estetika. Kedua, gigi adalah alat untuk berbicara. Jika lidah tidak bertemu gigi, maka kita akan sulit menyebut banyak huruf, dan kita akan mulai mengalami gangguan komunikasi. Maka fungsi ini disebut sebagai fonetik. Maka untuk mempertahankan keberadaan gigi ini, seorang dokter gigi mempelajari banyak cara.
image
Sumber: ucsf.edu
Terdapat ilmu preventif atau pencegahan. Yaitu peningkatan kebersihan rongga mulut, yang dilakukan melalui himbauan kepada masyarakat. Untuk itu kami juga belajar mengenai kesehatan masyarakat. Kemudian ilmu restorasi, yaitu memperbaiki fungsi dan morfologi gigi yang masih bisa dipertahankan. Seperti melakukan penambalan gigi graham yang sangat besar dan menyakitkan, perbaikan bentuk gigi yang mengganggu fungsi dan penampilan, seperti gigi depan yang patah sehabis makan kacang. Kemudian kuratif, yaitu menyembuhkan. Menyembuhkan gigi kita yang jantungnya sudah rusak. bahkan sakit gigi bisa menyebabkan sakit-sakit yang lain. Karena gigi merupakan fokal infeksi. Dan yang terakhir adalah rehabilitatif seperti pembuatan gigi tiruan, dll.
Kami mempelajari ilmu tersebut secara terintegrasi selama 3,5 tahun. Dalam kurun waktu 3,5 tahun tersebut kami juga harus mengumpulkan sertifikat bakti sosial setidaknya 3 SKS. Dan 6 bulan terakhir, tepatnya di semester 7 kami akan menulis sebuah karya ilmiah, mungkin di universitas lain disebut sebagai skripsi. Setelah dinyatakan lulus sidang barulah untuk ke-2 kalinya (setelah dulu untuk pertama kali ke balairung sabagai mahasiswa baru) kami akan duduk disana sebagai WISUDAWAN. Sebuah perayaan untuk 3,5 tahun yang luar biasa. Dan, hari itu, kami akan diberi gelar S.K.G. (sarjana kedokteran gigi). Kemudian kami masih harus melanjutkan perkuliahan, di jenjang profesi. Menjadi seorang koas di rumah sakit gigi dan mulut pendidikan (RSGMP) yang kami punya. Mengerjakan requirement selama berada distase dalam tersebut selama 8 bulan. Kemudian, 8 bulan selanjutnya kami habiskan sebagian di RSGMP untuk stase Pedo (kedokteran gigi anak) sekitar 2 bulan dan sisanya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Umum Tangerang (RSUT) dan beberapa tempat lainnya. Kami diberikan waktu kurang lebih 1,5 sampai 2 tahun untuk menyelesaikan seluruh requirement yang ada, kemudian barulah kami lulus, dan diwisuda lagi. Mengikuti Ujian Kompetensi Dokter Gigi (UKDGI), lulus, kemudian barulah dinyatakan sebagai Dokter Gigi yang sudah memiliki kompetensi untuk membuka praktek pribadi atau menjadi dokter di rumah sakit.
Dokter gigi pun masih ada spesialisasinya, seperti bedah mulut, yang melakukan operasi bibir sumbing, palatum terbelah, patah rahang karena kecelakaan, tumor atau kanker didalam rongga mulut atau pencabutan gigi yang sulit. Ada lagi spesialis penyakit mulut yang mempelajari penyakit rongga mulut yang semakin beragam. Spesialis orthodonti, yaitu dokter yang dapat menjadikan susunan gigi kita rapih sebagaimana mestinya, sehingga dapat berfungsi dengan baik serta mencegah banyak kelainan. Spesialis prosto, yaitu dokter gigi yang ahli dalam bidang gigi tiruan. Spesialis konservasi, yang menambal gigi dengan polesan terbaik, dan masih banyak yang lainnya. Dan untuk tambahan informasi saja, untuk menjadi seorang dokter spesialis yang sudah saya sebutkan diatas membutuhkan waktu paling tidak 3 tahun, dan untuk bedah mulut bahkan setidaknya butuh 5 tahun.
Ya, untuk itu dokter gigi ada, untuk tidak menambah-nambah pekerjaan dokter umum, karena banyak yang kurang gizi karena tidak bisa mengunyah lagi. Dokter gigi ada, agar orang-orang tidak pelit sedekah senyum karena malu gigi depannya patah habis jatuh karena belajar naik sepeda atau patah karena habis makan kacang. Dokter gigi juga membantu banyak bayi yang lahir dengan bibir yang sumbing, agar tidak dicemooh “cacat” saat sudah besar nanti. Dokter gigi ada untuk mempertahankan paras cantik, tampan, orang-orang yang kurang beruntung karena mobil yang ditumpanginya kecelakaan, lalu tulang rahangnya patah, tidak bisa bergerak, tidak bisa mengatup, berbicara, apalagi mengunyah. Bahkan, Dokter gigi ada, untuk alasan paling serhana. membenarkan perihal “sakit gigi lebih baik daripada sakit hati”, karena ketika sakit gigi, ada dokter gigi, tapi ketika sakit hati, tidak ada dokter hati bukan?
Untuk itu profesi ini ada…
Mulia sekali. Seperti profesi penjual ayam potong, yang tanpa tangannya tidak ada ayam goreng dimuka bumi. Bisa jadi tidak akan pernah ada pula Upin dan Ipin di televisi. Layaknya petani, yang tanpa peluh dan kulit terbakarnya, kita tidak akan mengenal peribahasa nasi sudah jadi bubur, karena tidak pernah ada beras yang sampai ditangan kita. Atau seperti petugas kebersihan, yang sering disebut tukang sampah, yang tanpa “tangan bersihnya” mungkin Indonesia kebanjiran terus (ada petugas kebersihan saja, televisi tidak pernah sepi menayangkan berita banjir).
Jadi, untuk yang masih ragu memilih profesi ini, kenapa tidak? Karena mereka bilang dokter gigi cuma ngurusin jigong? Oh wahai, mungkin mereka belum pernah sakit gigi, karena keseringannya sakit hati, hehe. Biar saja, tunggu mereka sakit gigi, dan suruh cabut sendiri, biar tahu, kenapa dokter gigi itu ada.
Ragu memilih menjadi dokter gigi karena mereka bilang FKG itu fakuktas kedokteran gagal? Siapa bilang? Dokter gigi juga berkecimpung dengan pekerjaan bedah-bedah-an. Bedah mulut misalnya.
Oh, karena mereka sebut FKG itu fakultas kelebihan gadis? Gapapa, walau kebanyakan atau kelebihan gadis, jadi keliatan paling ganteng dong diantara para gadis. Ihik. Lagipula, gadisnya juga bukan gadis biasa bukan? Gadis yang bisa ngebur, megang tang, tapi sekaligus bisa jadi Ibu yang baik, jago dandan, apalagi masak, gapapakan? (Ini apa mbak? Wkwkwk)
Jangan ragu memilih profesi ini karena takut dikira mata duitan. Oh wahai, bukankah semua orang memilih profesi tertentu agar bisa kaya? Agar bisa lebih banyak menggunakan tangannya yang diatas daripada tangannya yang dibawah. Ah, profesi lain juga begitu. Lagian, apa yang salah dengan cita-cita menjadi kaya dengan halal? Tapi mungkin benar, bisa jadi dokter gigi cepat kaya. Karena jigong saja bisa jadi uang buat kita. Tapi mungkin mereka juga tidak tahu, kapitasi seorang dokter gigi hanya bernilai 2000 rupiah perjiwa. Bahkan seharga dengan harga ke kamar mandi umum untuk sekedar buang air kecil dan bahkan lebih murah seribu daripada tarif parkir dipinggir jalan. Hanya dihargai 2000 dan seluruh pemilik kartu BPJS atau askes se-INDONESIA bisa dilayani untuk menambal ke-32 giginya yang berlubang dengan tambalan yang sewarna, bukan lagi tambalan logam hitam, ke-32 giginya yang berjigong untuk dibersihkan, dan ke-32 giginya jika ingin dicabut semua karena pata hati habis ditinggal kekasih. Ya, dokter gigi di Indonesia se-mulia itu sehingga dihargai 2000 rupiah. Se-mulia petani yang berasnya cuma bisa dijual murah …
Tapi tidak apa, toh profesi bukan hanya perkerjaan duniawi, tapi juga tidak pernah terlewat dalam buku catatan malaikat penghitung amal. Bagi petani, sesuatu yang ditanamnya, lalu dimakan orang lain, maka usahanya itu menjadi sedekah, walau secara rupiah hanya berbilang ribu saja. Seorang penjual ayam potong atau daging, setiap perikan darah yang mengenai tubuhnya menghapus dosa dan kesalahannya. Apalagi guru, pejuang pemberantas kemiskinan di Indonesia walau tak jarang ia sendiri yang justru miskin. Bukan kah pendidikan adalah pemutus mata rantai kemiskinan? Dan untuk akhiratnya seorang guru, yang tak terhitung ilmu bermanfaat yang dibagikannya akan menjadi amal jariyah bahkan sampai sang guru sudah di alam kubur. Jadi, begitu juga dokter gigi. Nilai ibadahmu menghilangkan kesulitan orang lain dengan izin Allah seperti kesakitan dan lain-lain, akan menjadi pemberat timbangan amal baikmu juga. Bukankah begitu?
Masih ragu lagi? Untuk mengabdi pada negri Ibu pertiwi ini? Yang perbadingan dokter gigi dengan penduduk nya memiliki angka 0 sampai 4 digit? Ya, satu dokter gigi di Indonesia harus melayani sekitar 10000 penduduk, yang idealnya hanya seperempatnya saja.
Semoga, profesi ini akan terus berkembang, baik sumber daya manusia ataupun teknologinya. Agar lirik lagu “lebih baik sakit gigi daripada sakit hati” itu merupakan pilihan yang masuk akal.
(*)
Fadila Khairani | @chakidila
Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia